Harianberita – Garuda Indonesia dituduh telah sudah melakukan Price Fixing dengan 15 Airlines pada tahun 2003 oleh Pengadilan Australia. Mengenai keputusan tersebut, Garuda Indonesia dikenakan denda sebesar 19 juta dollar Australia. VP Corporate Secretary Garuda Indonesia M Ikhsan Rosan mengungkapkan bahwa kasus ini sudah terjadi sangat lama pada tahun 2003-2006. Namun, kasus tersebut belum berkekuatan hukum tetap dan masih ada celah hukum yang bisa digunakan untuk melakukan banding.
Garuda Didenda Sebesar 19 Juta Dollar
Ikhsan memberikan pendapat bahwa “Australian Competition & Consumer Commission (ACCC) menuduh 15 airline telah melakukan kesepakatan dan price fixing untuk rute pengangkutan kargo menuju jurisdiksi Australia,” diungkapnya dalam keterangan tertulis, jumat (31/05/2019). Garuda Indonesia dan Air New Zealand yang mengajukan upaya hukum sejak di tingkat pertama di Federal Court sampai dengan Kasasi ke High Court Australia. Sementara 13 maskapai lainnya memutuskan untuk lewat mekanisme perdamaian dengan mengaku bersalah, dan sudah dikenai denda dengan jumlah ganti rugi dari 3 juta sampai dengan 20 juta dollar AS.
Kronologi Proses Hukum Pada Kasus di Australia
- Pada tanggal 31 Oktober 2014, Federal Court NSW menolak gugatan yang menguntungkan Garuda Indonesia dan Air New Zealand dengan pertimbangan Pasar yang bersangkutan di Indonesia, gugatan tersebut di ajukam oleh ACCC.
- Peradilan dalam mengajukan banding 14 Juni 2017, High Court Australia mengabulkan gugatan ACCC dengan doctrin effect. Garuda Indonesia-Air New Zealand pun dinyatakan bersalah atas tuduhan sudah melakukan price fixing.
- Pada Tanggal 30 Mei 2019, pemerintah Australia mengeluarkan keputusan bahwa Garuda Indonesia-Air New Zealand dikenakan denda sebesar 19 juta dollar Australia dan diminta untuk membayar semua biaya peradilan yang sudah dikeluarkan oleh ACCC.
Garuda Indonesia mengatakan bahwa permasalahan ini tidak adil. Ikhsan mengungkapkan bahwa pihaknya tidak pernah melakukan praktik tersebut didalam bisnisnya. “Tuduhan ini tidak pantas dikenakan kepada Garuda Indonesia sebagai BUMN dimana merupakan salah satu instrumen dari negara Republik Indonesia,” ucap Ikhsan.
Ikhsan juga mengatakan bahwa denda pada kasus ini seharusnya tidak lebih dari 2,5 juta dollar Australia dengan pertimbangan pendapatan pengangkutan kargo Garuda dari Indonesia pada saat kerjadian perkara ini terjadi merupakan 1.098.000 dollar AS. Selain itu pendapatan dari pengangkatan kargo dari Hong Kong sebesar 656.000 dollar AS. Terkait dengan putuasn pengadilan Australia ini, Garuda Indonesia sebelumnya sudah melakukan koordinasi intens dengan Kedubes Australia sejak 2012 dan Tim Direktorat Jenderal Hukum dan Perjanjian Internasional, Kementerian Luar Negeri sejak 2016. Hal itu dilakukan karena ini menyangkut hubungan antar negara, Garuda Indonesia sebelumnya juga sudah berkoordinasi rutin kepada KPPU Indonesia.
